Mas Iben berbagi pengetahuan bahasa dalam jurnalistk dengan UIUpdate. (Dok: FPN) |
Dalam menulis artikel hendaknya kita mengecek tulisan yang kita tulis, ada kesalahan-kesalahan tulis atau tidak. Salah satu hal yang kadang terlupa yaitu penggunaan kata “di” sebagai awalan atau kata depan. Penggunaan kata “di” yang tidak tepat dapat mengubah makna tulisan. Misal, “apakah salat boleh dilanggar?” dengan “apakah salat boleh di langgar?”.
Beberapa daftar kata yang salah dengan kata yang benar menurut KBBI:
Resiko : Risiko (risk, bukan resk)
Sholat : Salat
Sekedar : Sekadar (ala kadar, bukan ala kedar)
Antri : Antre
Apotik : Apotek (apoteker, bukan apotiker)
Penasehat : Penasihat
Bis : Bus (dibaca bis)
Jum’at : Jumat
Do’a : Doa
Orangtua : orang tua anak / parents
Orang tua : orang yang tua, yang dituakan
Rasa bangga = Kebanggaan, jangan dicampur menjadi rasa kebanggaan
Walaupun = namun
Kata “adalah” dan kata “yaitu” memiliki kegunaan yang berbeda. Kata “adalah” untuk kalimat yang memiliki satu keterangan. Misal, maksud kedatanganku ke sekolah adalah menemui pembimbing akademik. Kata “yaitu” untuk kalimat yang memiliki lebih dari satu keterangan. Misal, maksud kedatanganku ke sekolah yaitu menemui pembimbing akademik dan kuliah.
Singkatan-singkatan atara lain:
Bapak : Bp.
Jalan : Jl.
Dokter : dr.
Doktor : Dr.
Doctor of Philosophy: Ph.D
Untuk gelar hendaknya mengikuti aturan formal yang berlaku. Namun untuk kepentingan jurnalistik gelar seseorang cukup disebutkan yang tertinggi saja. Misal, Prof. Bambang.
Sekian catatan sharing bahasa dariku. Semoga bermanfaat. (FPN)